DISFUNGSI HUKUM DALAM KONTESTASI POLITIK 2019 Oleh: Ilham Dwi Rafiqi Sejak genderang politik telah ditabuh, situasi sosial politik di Indonesia kian memanas. Gelar pentas demokrasi yang menyuguhkan berbagai intrik dan polemik seolah semakin mempertegas akan carut marutnya pelaksanaan demokrasi di negeri ini. Realitas objektif yang tampak dalam kontestasi politik tahun 2019 adalah rivalitas negatif, sentimen identitas, dan politisasi berbagi isu oleh masing-masing kubu. Beberapa kenyataan dapat digunakan sebagai justifikasi teoritis maupun praktis bahwa pesta demokrasi di Indonesia tidak layak untuk dibanggakan. Beberapa kalangan berbicara tentang pemilihan umum jujur dan adil (Jurdil), tapi kenyataan yang muncul adalah sebaliknya. Salah satu fenomena yang menjadi sorotan saat ini adalah bukan lagi tentang perang tagar ( hastag ) melainkan politisasi hukum yang digunakan sebagai senjata politik. Kenyataan ‘lapor-melapor’ antar kontestan dengan dalil penodaan agama, pencema
PENEGAKAN HUKUM KONVENSIONAL Oleh: Ilham Dwi Rafiqi Pendahuluan Problematika penegakan hukum (law enforcement) merupakan hal yang akan terus dikaji, hal ini dikarenakan bahwa wajah hukum di suatu negara dapat dinilai berdasarkan kualitas penegakan hukumnya. Menurut Artidjo Alkostar (2012), bahwa apabila penegakan hukum di suatu negara tidak dapat diciptakan, maka kewibawaan negara tersebut pun runtuh. Oleh karena itu, penegakan hukum merupakan titik krusial dalam pengamalan supremasi hukum dan keadilan. Di Indonesia, apabila berbicara tentang lembaga penegakan hukum ialah meliputi kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lain sebagainya. Penegakan hukum di Indonesia sangat tergantung pada sepak terjang aparat penegak hukum (polisi, jaksa, dan hakim). Karena itu, cara berhukum, konsep atau metode berpikir aparat penegak hukum menentukan tercapainya penegakan hukum yang berkeadilan. Oleh Ahmad Ali (2001:74) dikatakan bahwa permasalahan yang esensial dalam penegakan hukum di